Pramono Anung dan Rano Karno Maju Pilkada Jakarta 2024
PDI-P telah memutuskan untuk mengusung Pramono Anung sebagai bakal calon gubernur pada Pilkada Jakarta 2024. Pramono, yang merupakan mantan Sekretaris Jenderal PDI-P, akan berpasangan dengan Rano Karno, mantan gubernur Banten, sebagai calon wakil gubernur.
Olly Dondokambey, Bendahara Umum PDI-P, menyatakan bahwa keduanya akan mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta pada Rabu, 28 Agustus 2024, pukul 11.00 WIB. Olly menyebut bahwa tidak akan ada pengumuman resmi dari partai mengenai pencalonan ini. Ia juga meminta media untuk meliput langsung saat pendaftaran di KPU.
Keputusan PDI-P mengusung Pramono Anung terasa mengejutkan, terutama karena sebelumnya muncul spekulasi bahwa Anies Baswedan akan diusung oleh partai ini. Sinyal ini semakin kuat setelah Anies berkunjung ke kantor DPP PDI-P pada 26 Agustus 2024. Saat itu, Anies bertemu dengan Rano Karno, yang saat itu disebut-sebut sebagai calon pendampingnya.
Namun, ternyata PDI-P memilih untuk tidak mengusung Anies di Jakarta. Olly Dondokambey tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan pemilihan Pramono Anung sebagai calon gubernur.
Respon Pengamat politik Soal PDI-P Mengusung Pramono Anung, Bukan Anies
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, menilai bahwa keputusan PDI-P mengusung kadernya sendiri adalah langkah yang tepat. Menurut Ujang, sudah menjadi prinsip PDI-P untuk mengutamakan kadernya dalam pencalonan kepala daerah.
PDI-P, sebagai partai yang mengedepankan kaderisasi, tentu memprioritaskan orang-orang yang telah berjuang untuk partai agar mendapatkan kesempatan maju dalam pilkada.
Adi Prayitno, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, sependapat dengan Ujang. Ia menambahkan bahwa langkah PDI-P mengusung Pramono adalah bentuk penegasan bahwa partai ini lebih mengutamakan kader internal. Meskipun tokoh tersebut memiliki elektabilitas tinggi.
Adi juga menyoroti luka politik yang mungkin masih dirasakan PDI-P setelah kekalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari Anies Baswedan pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Luka tersebut bisa jadi salah satu alasan mengapa PDI-P memutuskan untuk tidak mengusung Anies kali ini.
Menurut Adi, PDI-P berusaha meneguhkan diri sebagai partai kader yang tidak mudah tergoda oleh popularitas tokoh dari luar partai. Dengan mengusung Pramono Anung, PDI-P ingin menunjukkan bahwa mereka konsisten dalam memberikan kesempatan kepada kader internal untuk maju dalam kontestasi politik.
Adi menambahkan bahwa meskipun Pramono Anung tidak memiliki elektabilitas tinggi seperti Ridwan Kamil, langkah PDI-P untuk mengusungnya adalah keputusan yang tidak bisa diganggu gugat.
Ujang juga menilai bahwa langkah PDI-P ini merupakan sebuah pertaruhan. Meskipun Pramono Anung tidak termasuk dalam hitungan calon pemimpin yang kuat di Jakarta, PDI-P tampaknya ingin menguji kekuatan kader internalnya dalam pilkada.
BACA JUGA : Pendaftaran Calon Kepala Daerah di Pilkada 2024 Resmi Dibuka
Jika Pramono kalah, hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar mengingat elektabilitasnya masih rendah. Ujang menekankan bahwa pada akhirnya, keputusan untuk memilih atau tidak memilih Pramono Anung sebagai gubernur Jakarta ada di tangan warga Jakarta.