Mahfud MD: Hukum Adalah Produk Politik
Menkopolhukam Mahfud Md bahas terkait hukum dan politik saat mengisi materi dalam kuliah umum di Universitas HKBP Nommensen, Kota Medan, Sumatra Utara (Sumut). Ia bercerita tentang disertasinya dan menyebut banyak orang yang tidak bisa membedakan politik hukum dengan politisasi hukum.
Kemudian Mahfud MD menjelaskan alasannya lebih memilih politik hukum. Sebelumnya, Ia merasa bahwa hukum itu pengendali yang paling utama, namun dalam kehidupan sehari-hari ternyata enegi politik jauh lebih kuat.
“Saudara, kenapa saya dulu memilih politik hukum. Gini, saya itu belajar hukum tata negara, lulus dengan baik, dan hafal Undang-Undang Dasar, hafal juga nomor-nomor Undang-Undang yang penting bagi negara, azas-azas hukum perdata pidana, saya hafal,” ucapnya.
“Tapi sesudah lulus saya gelisah, katanya hukum itu panglima, hukum itu supreme, pengendali yang paling utama. Tapi ternyata di dalam kehidupan sehari-hari, energi politik lebih kuat,” kata Mahfud MD.
Lebih lanjut, Mahfud membeberkan alasannya mengambil S2 tentang ilmu politik. Ia mengaku alasannya mengambil studi tersebut untuk menjawab pertanyaan kenapa hukum kalah dengan politik, dan bagaimana cara memenangkannya.
“Sehingga hasilnya hukum itu kalah dengan politik karena hukum itu adalah produk politik. Hukum dalam arti aturan itu semuanya dibuat oleh politik, Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, peraturan pemerintah, politik yang memutuskan, keputusan presiden, gubernur, sampai peraturan terbawah, itu politik semua yang membuat hukum itu. Tidak ada hukum yang lahir sendiri tanpa proses politik. Sehingga proses politiknya sangat menentukan,” bebernya.
BACA JUGA : Kaesang: Prabowo-Gibran Menang 1 Putaran, Saya Liburan
Mahfud MD menyimpulkan bahwa hukum adalah produk politik. Jika politik berjalan otoriter, maka hukum yang berlaku pasti konservatif atau ortodoks.
“Nah saudara, saya menyorot satu hal hari ini. Hukum adalah produk politik dengan asumsi hukum itu warna dan penegakannya tergantung pada konfigurasi politiknya. jika politiknya demokratis, maka hukumnya pasti responsif. Jika politiknya otoriter, atau sekarang bisa oligarki, pasti hukumnya konservatif, ortodoks,” ungkapnya.